Bangun Jateng sebagai raksasa perikanan

Bangun Jateng sebagai raksasa perikanan

Seorang peternak memanen ikan nila air tawar di Cepokosawit, Sawit, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (20/3/2019). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyalurkan bantuan benih ikan lele sebanyak 300.000 ekor, 100.000 ekor benih ikan nila dan 20 ton pakan ikan mandiri kepada sejumlah kelompok peternak ikan yang tersebar di Boyolali agar dapat meningkatkan hasil perikanan budidaya ikan tawar. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/ama.

Seorang peternak memanen ikan nila air tawar di Cepokosawit, Sawit, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (20/3/2019). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyalurkan bantuan benih ikan lele sebanyak 300.000 ekor, 100.000 ekor benih ikan nila dan 20 ton pakan ikan mandiri kepada sejumlah kelompok peternak ikan yang tersebar di Boyolali agar dapat meningkatkan hasil perikanan budidaya ikan tawar. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/ama.

Jawa Tengah (Jateng) perlu menata kembali pembangunan sosial ekonominya, selepas hiruk-pikuk politik yang melelahkan pasca-Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2018, Pemilihan Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019. Pembangunan di kawasan tersebut perlu kembali didorong secara intensif, khususnya produksi pangan.

Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Indonesia berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 sebesar 32.382.657 jiwa, Jateng memiliki tantangan tersendiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan sekaligus penyerapan tenaga kerja penduduk di wilayahnya. Akses transportasi dan distribusi barang/jasa beserta perbedaan kondisi alam di berbagai wilayah menjadi tantangan tersendiri bagi provinsi tersebut.

Sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan menjadi andalan bagi Provinsi Jateng, baik dalam peningkatan kesejahteraan, penyerapan tenaga kerja, maupun perbaikan gizi masyarakat. Provinsi Jateng memiliki potensi luar biasa dalam sektor perikanan. Total volume perikanan tangkap provinsi tersebut berada di urutan kedelapan secara nasional, sebesar 274.469 ton dengan nilai Rp 8,75 triliun. Adapun untuk perikanan budidaya, Jateng ada di urutan kelima dengan total volume 485.689 ton senilai Rp 10,32 triliun (KKP: 2017). Potensi sumber daya perikanan di provinsi tersebut sebetulnya masih sangat besar, namun tantangannya juga tidak kalah besar.

Perbedaan tantangan tersebut berbeda di setiap kabupaten dan kota yang ada di Jateng. Di pesisir Utara yang menghadap Laut Jawa, masalah yang dihadapi adalah pencemaran lingkungan, tata ruang laut, dan akses penangkapan ikan. Di pesisir Selatan, masalah yang dihadapi adalah infrastruktur penghubung dengan pesisir utara dan dukungan sarana/prasarana di pelabuhan. Bagi daerah yang memiliki posisi landlocked, masalah yang dihadapi adalah aksesbilitas transportasi.

Di pesisir Selatan Jateng, Cilacap merupakan raksasa tidur perikanan. Kabupaten ini menghadap langsung Samudera Hindia dan merupakan pelabuhan barang satu-satunya di pesisir Selatan Pulau Jawa. Potensi perikanan khususnya ikan tuna yang memiliki nilai ekonomi tertinggi di dunia sangat luar biasa di perairan Samudera Hindia. Pentingnya Samudera Hindia mendorong komunitas internasional membentuk Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), sebuah organisasi perikanan internasional yang mengatur tata kelola penangkapan tuna di Samudra Hindia dan menginduk pada Food and Agriculture Organization (FAO). Indonesia sendiri aktif sebagai anggota dari organisasi internasional itu.

Dukungan infrastruktur di pelabuhan Cilacap sudah sangat bagus. Dukungan listrik atau energi sebagai prasyarat utama investasi juga sangat memadai. Sayang, investasi perikanan di kabupaten tersebut belum memenuhi harapan. Perlu strategi yang berbeda untuk menangani masalah minimnya investasi bidang perikanan di Cilacap. Selain Cilacap, ada dua kabupaten lain di Jateng yang menghadap ke Samudera Hindia yaitu Kebumen dan Purworejo. Minimnya investasi juga dialami oleh kedua kabupaten tersebut.

Ramah lingkungan

Permasalahan di pesisir pantai utara Jateng berbeda dengan pesisir pantai Selatan. Masalah pencemaran, perluasan lahan pemukiman dan industri menurunkan daya dukung pesisir di kawasan tersebut. Pembangunan tambak di kawasan pesisir pantai tanpa pendekatan ekologi turut mempercepat penurunan daya dukungnya. Meski demikian, pesisir pantai Utara Jateng memiliki potensi perikanan yang luar biasa. Di kawasan tersebut, bandeng, kepiting rajungan, kepiting soka, dan udang windu merupakan komoditas primadona.

Pendekatan kepada kelompok nelayan diperlukan untuk mendorong pengelolaan kawasan perikanan tangkap yang ramah lingkungan. Kawasan ramah lingkungan akan menjaga kelestarian sumber daya perikanan seperti kepiting rajungan. Komoditas ini memiliki nilai jual tinggi di pasar ekspor. Bila dikelola dengan baik, kesejahteraan nelayan di kawasan tersebut akan terjaga. Kecamatan Morodemak di Demak merupakan contoh bagus keterlibatan nelayan dan masyarakat pesisir dalam pengelolaan kawasan perairan yang menjadi habitat kepiting rajungan.

Khusus di kawasan nonpesisir (landlocked), perlu didorong budidaya ikan air tawar. Di kawasan ini tantangannya adalah kelestarian lingkungan dan bahaya bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir. Perlu pendekatan khusus melalui penerapan mitigasi bencana sesuai kondisi alam. Budidaya perikanan air tawar sangat bagus dan memiliki nilai ekonomi tinggi di kawasan tersebut, yakni gurame, lele, nila, ikan mas, dan lain-lain.

Untuk mendorong optimalisasi sektor perikanan di Jateng, perlu pembentukan badan usaha milik daerah (BUMD) yang khusus mengatur tentang pengelolaan perikanan. Kehadiran BUMD sangat diperlukan, terlebih jika tidak ada pihak lain terlibat dalam pengembangan usaha bidang tertentu yang dibutuhkan masyarakat di kawasan tersebut. BUMD harus hadir sebagai solusi untuk mendorong peningkatan nilai ekonomi di kawasan.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dicantumkan, pendirian BUMD diprioritaskan untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi daerah itu.

Selain itu, diperlukan pembentukan kemitraan yang terukur antara BUMD dengan BUMN untuk mengembangkan sektor perikanan di Jateng. Titik kritisnya adalah pada kemampuan pengelolaan BUMD itu sendiri. Dukungan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di BUMD merupakan kata kuncinya. Tanpa dukungan SDM andal di bidang perikanan, akan sulit bagi BUMD menghasilkan manfaat dari pengembangan sektor ini.

Ketersediaan infrastruktur juga harus dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah (Pemda), dengan mendorong optimalisasi usaha dan investasi perikanan di Jateng. Selesainya pembangunan Jalan Tol TransJawa merupakan pengungkit dari pertumbuhan ekonomi berbagai sektor khususnya perikanan. Dan, bisa menciptakan efek ganda tidak hanya dari sisi akses pasar, juga peningkatan gizi masyarakat dan kesejahteraan pemangku kepentingan di sektor perikanan.

Selain infrastruktur, teknologi informasi (IT) juga berpeluang mendorong peningkatan akses pasar dari produk perikanan yang ada di Provinsi Jateng ke berbagai wilayah di Indonesia maupun mancanegara.♦

Andre Notohamijoyo
Pemerhati Perikanan, Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia
Reporter: Harian Kontan
Editor: Tri Adi

Sumber

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *